NVIDIA Untethers Gaming with Project SHIELD

SELAMAT DATANG DI BLOGKU "www.reef-law.blogspot.com"

Assassin’s Creed III

SELAMAT DATANG DI BLOGKU "www.reef-law.blogspot.com"

God of War: Ascension Coming 03.12.13

SELAMAT DATANG DI BLOGKU "www.reef-law.blogspot.com"

CALL OF DUTY - MODERN WARFARE 3

SELAMAT DATANG DI BLOGKU "www.reef-law.blogspot.com"

SNIPER GHOST WARRIOR

SELAMAT DATANG DI BLOGKU "www.reef-law.blogspot.com"

Jumat, 10 Juni 2016

Dari Minda Mohd Nasron Hashim: Kita Ada Empat Isteri

Kita Ada Empat Isteri
Sekadar Hiasan Sahaja


DAHULUKALA ada seorang raja yang mempunyai 4 isteri. Raja ini sangat menyintai isteri keempatnya dan selalu menghadiahkannya pakaian-pakaian yang mahal dan memberinya makanan yang paling sedap. Hanya yang terbaik yang akan diberikan kepada isteri keempatnya. Dia juga sangat memuja isteri ketiganya dan selalu membawanya ke pejabat-pejabat untuk memperkenalkan kepada orang lain. Ini kerana dia takut suatu hari nanti, isteri ketiganya ini akan meninggalkannya. Raja juga menyayangi isteri keduanya. Kerana isterinya yang satu ini merupakan tempat dia mencurahkan masalahnya. Isteri kedua ini ramah, ambil berat dan sabar terhadapnya. Isteri pertama raja adalah pasangan yang sangat setia dan telah memberikan penglibatan yang besar dalam pemeliharaan kekayaan dan untuk kerajaannya. Akan tetapi, raja tidak peduli sangat terhadap isteri pertamanya namun isterinya tetap setia kepadanya. Hingga satu hari, raja jatuh sakit dan dia sedar bahawa kematiannya sudah dekat.. Sambil merenungi kehidupannya yang sangat mewah itu, raja berfikir, “Masa ini aku memiliki 4 isteri disampingku, tapi ketika aku pergi, mungkin aku akan sendirian”. Lalu, bertanyalah dia pada isteri keempatnya, “aku paling mencintaimu, aku sudah menghadiahkanmu pakaian-pakaian yang paling cantik dan memberi perhatian yang sangat besar hanya untukmu… Sekarang aku nazak, adakah kau akan mengikuti dan tetap menemaniku?” “Tidak mungkin!” balas si isteri keempat itu, dia pun pergi tanpa mengatakan apapun lagi.. Jawaban isterinya itu bagaikan pisau yang tepat menusuk jantungnya. Raja yang sedih itu kemudian berkata pada isteri ketiganya, “Aku sangat memujamu dengan seluruh jiwaku. Sekarang aku sakit, apakah kau tetap mengikuti dan selalu bersamaku?” “Tidak!” sahut sang isteri. “Hidup ini begitu indah! Jika kau meninggal, akupun akan menikah kembali!” Perasaan raja pun semakin hampa dan membeku. Beberapa saat kemudian, raja bertanya pada isteri keduanya, ” Selama ini, bila aku memerlukanmu, kau selalu ada untukku… Jika nanti aku meninggal, apakah kau akan mengikuti dan terus disampingku?” “Maafkan aku, untuk kali ini aku tidak dapat memenuhi permintaaanmu!” jawab isteri keduanya. “Yang dapat aku lakukan, hanyalah menemanimu menuju tanah perkuburan…” Jawaban isteri ketiga bagaikan petir yang menyambar dan menghancurkan hatinya.. Tiba-tiba, sebuah suara berkata: “Aku akan bersamamu dan menemanimu kemanapun kau pergi.” Raja menoleh kepalanya mencari-cari siapa yang berbicara dan terlihatlah isteri pertamanya. Dia kelihatan begitu kurus, seperti menderita kekurangan zat. Dengan penyesalan yang sangat mendalam kesedihan yang amat sangat,raja berkata sedih, “Seharusnya aku lebih mengambil berat kepadamu jika aku masih punya banyak kesempatan!” Dalam realitinya, sesungguhnya kita semua mempunyai ’4 isteri’ dalam hidup kita….. ‘Isteri keempat’ kita adalah tubuh kita. Tidak peduli berapa banyak masa dan usaha yang kita habiskan untuk membuatnya kelihatan bagus, tetap dia akan meninggalkan kita saat kita meninggal. Kemudian ‘Isteri ketiga’ kita adalah cita-cita, kedudukan dan kekayaan kita. Selepas kita meninggal, semua itu pasti akan jatuh ke tangan orang lain. Sedangkan ‘isteri kedua’ kita adalah keluarga dan teman-teman kita. Tidak peduli berapa lama masa yang sudah dihabiskan bersama kita, tetap saja mereka hanya dapat meneman dan mengiringi kita hingga ke tanah perkuburan. Dan akhirnya ‘isteri pertama’ kita adalah jiwa, roh, iman kita, yang sering kita abaikan kerana sibuk memburu kekayaan, kekuasaan dan kepuasan nafsu. Padahal, jiwa, roh, atau iman inilah yang akan mengikuti kita kemanapun kita pergi. Jadi perhatikan, tanamkan dan simpan baik-baik dalam hatimu sekarang! Hanya inilah hal terbaik yang boleh kau tunjukkan pada dunia..

Sumber : http://nasronhashim.blogspot.co.id/2011/10/kita-ada-empat-isteri.html

Minggu, 13 Januari 2013

SOSOK HASAN BIN ALI BIN ABU TALIB R.A


Dia adalah putra sulung Ali bin Abu Talib dengan Fatimah Postur dan paras mukanya mirip dengan Rasulullah. Dia diangkat sebagai khalifah sepeninggal ayahnya. Dia lebih mengutamakan tidak berperang, menghindari pertumpahan darah sesama muslim, untuk itu dia menyerahkan kursi ke khalifahan kepada Muawiah sampai dia meninggal dunia di Madinah.

Riwayat Hidup Al-Hasan dan Wafatnya
Beliau dilahirkan pada bulan Ramadlan tahun ke-3 Hijriyah menurut kebanyakan para ulama sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Hajar.

Setelah ayah beliau Ali bin Abi Thalib radhiya­llahu ‘anhu terbunuh, sebagian kaum muslimin membai’at beliau, tetapi bukan karena wasiat dari Ali. Berkata Syaikh Muhibbudin al-Khatib bahwa diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya juz ke-1 hal. 130 -setelah disebutkan bahwa Ali bin Abi Thalib akan terbunuh- mereka berkata kepadanya: “Tentukanlah penggantimu bagi kami.” Maka beliau menjawab: “Tidak, tetapi aku tinggalkan kalian pada apa yang telah ditinggalkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam….” Dan disebutkan oleh beliau (Muhibuddin Al-Khatib) beberapa hadits dalam masalah ini. (Lihat Ta’liq kitab Al-’Awashim Minal Qawashim, Ibnul Arabi, hal. 198-199). Tetapi setelah itu Al-Hasan menyerahkan ketaatannya kepada Mu’awiyah untuk mencegah pertumpahan darah di kalangan kaum muslimin.

Kisah tersebut diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab As-Shulh dari Imam Al-Hasan Al-Bashri, dia berkata: -Demi Allah- Al-Hasan bin Ali telah menghadap Mu’awiyah beserta beberapa kelompok pasukan berkuda ibarat gunung, maka berkatalah ‘Amr bin ‘Ash: “Sungguh aku berpen­dapat bahwa pasukan-pasukan tersebut tidak akan berpaling melainkan setelah membunuh pasukan yang sebanding dengannya”. Berkata kepadanya Mu’awiyah -dan dia demi Allah yang terbaik di antara dua orang-: “Wahai ‘Amr! Jika mereka sa­ling membunuh, maka siapa yang akan memegang urusan manusia? Siapa yang akan menjaga wanita-­wanita mereka? Dan siapa yang akan menguasai tanah mereka?” Maka ia mengutus kepadanya (Al-­Hasan) dua orang utusan dari Quraisy dari Bani ‘Abdi Syams Abdullah bin Samurah dan Abdullah bin Amir bin Kuraiz, ia berkata: “Pergilah kalian berdua kepada orang tersebut! Bujuklah dan ucapkan kepadanya serta mintalah kepadanya (perdamaian -peny.)” Maka keduanya mendatangi­nya, berbicara dengannya dan memohon pada­nya…) kemudian di akhir hadits Al-Hasan bin Ali meriwayatkan dari Abi Bakrah bahwa dia melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas mimbar dan Hasan bin Ali di sampingnya beliau sesaat menghadap kepada manusia dan sesaat melihat kepadanya seraya berkata:
Sesungguhnya anakku ini adalah sayyid, semoga Allah akan mendamaikan dengannya antara dua kelompok besar dari kalangan kaum muslimin. (HR. Bukhari dengan Fathul Bari, juz V, hal. 647, hadits no. 2704)

Berkata Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah: “….Al-Husein menyalahkan saudaranya Al-Hasan atas pendapat ini, tetapi beliau tidak mau mene­rimanya. Dan kebenaran ada pada Al-Hasan sebagaimana dalil yang akan datang….” (lihat Al­Bidayah wan Nihayah, juz VIII hal. 17). Yang dimaksud oleh beliau adalah dalil yang sudah kita sebutkan di atas yang diriwayatkan dari Abi Bakrah radhiyallahu ‘anhu.

Itulah keutamaan Al-Hasan yang paling besar yang dipuji oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka bersatulah kaum muslimin hingga tahun tersebut terkenal dengan tahun jama’ah.

Yang mengherankan justru kaum Syi’ah Rafidlah menyesali kejadian ini dan menjuluki Al-­Hasan radhiyallahu ‘anhu sebagai ‘pencoreng wajah-wajah kaum mukminin’. Sebagian mereka menganggapnya fasik sedangkan sebagian lagi bahkan mengkafirkannya karena hal itu. Berkata Syaikh Muhibbudin Al-Khatib mengomentari ucapan Rafidlah ini sebagai berikut: “Padahal termasuk dari dasar-dasar keimanan Rafidlah -bahkan dasar keimanan yang paling utama- adalah keyakinan mereka bahwa Al-Hasan, ayah, saudara dan sem­bilan keturunannya adalah maksum. Dan dari kon­sekwensi kemaksuman mereka, bahwa mereka tidak akan berbuat kesalahan. Dan setiap apa yang ber­sumber dari mereka berarti hak yang tidak akan terbatalkan. Sedangkan apa yang bersumber dari Al­-Hasan bin Ali radhiyallahu ‘anhuma yang paling besar adalah pembai’atan terhadap amiril mukminin Mu’awiyah, maka mestinya mereka pun masuk dalam bai’at ini dan beriman bahwa ini adalah hak karena ini adalah amalan seorang yang maksum menurut mereka. (Lihat catatan kaki kitab Al-­Awashim minal Qawashim hal. 197-198).

Tetapi kenyataannya mereka menyelisihi imam mereka sendiri yang maksum bahkan menyalahkannya, menfasikkannya, atau mengka­firkannya. Sehingga terdapat dua kemungkinan:

Pertama, mereka berdusta atas ucapan mereka tentang kemaksuman dua belas imam, maka hancurlah agama mereka (agama Itsna ‘Asyariyyah).

Kedua, mereka meyakini kemaksuman Al-Hasan, maka mereka adalah para peng­khianat yang menyelisihi imam yang maksum dengan permusuhan dan kesombongan serta kekufuran. Dan tidak ada kemungkinan yang ketiga.

Adapun Ahlus Sunnah yang beriman dengan kenabian “kakek Al-Hasan” shallallahu ‘alaihi wa sallam berpendapat bahwa perdamaian dan bai’at beliau kepada Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu adalah salah satu bukti kenabian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dan amal terbesar Al-Hasan serta mereka bergembira dengannya kemudian menganggap Al­Hasan yang memutihkan wajah kaum mukminin.

Demikianlah khilafah Mu’awiyah berlang­sung dengan persatuan kaum muslimin karena Al­lah Subhanahu wa Ta ‘ala dengan sebab pengor­banan Al-Hasan bin Ali radhiyallahu ‘anhu yang besar yang dia -demi Allah- lebih berhak terhadap khilafah daripada Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu sebagaimana yang dikatakan oleh Abu Bakar Ibnul Arabi dan para ulama. Semoga Allah meridlai seluruh para shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pada tahun ke 10 masa khilafah Mu’awiyah meninggallah Al-Hasan radhiyallahu `anhu pada umur 47 tahun. Dan ini yang dianggap shahih oleh Ibnu Katsir, sedangkan yang masyhur adalah 49 tahun. Wallahu A’lam bish-Shawab. Ketika beliau diperiksa oleh dokter, maka dia mengatakan bahwa Al-Hasan radhiyallahu ‘anhu meninggal karena racun yang memutuskan ususnya. Namun tidak diketahui dalam sejarah siapa yang membunuh­nya. Adapun ucapan Rafidlah yang menuduh pihak Mu’awiyah sebagai pembunuhnya sama sekali tidak dapat diterima sebagaimana dikatakan oleh Ibnul ‘Arabi dengan ucapannya: “Kami mengatakan bahwa hal ini tidak mungkin karena dua hal: pertama, bahwa dia (Mu’awiyah) sama sekali tidak mengkhawatirkan kejelekan apapun dari Al-Hasan karena beliau telah menyerahkan urusannya kepada Mu’awiyah. Yang kedua, hal ini adalah perkara ghaib yang tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah, maka bagaimana mungkin menuduhkannya kepada salah seorang makhluk-Nya tanpa bukti pada zaman yang berjauhan yang kita tidak dapat mudah percaya dengan nukilan seorang penukil dari kalangan pengikut hawa nafsu (Syi’ ah). Dalam keadaan fitnah dan Ashabiyyah, setiap orang akan menuduh lawannya dengan tuduhan yang tidak semestinya, maka tidak mungkin diterima kecuali dari seorang yang bersih dan tidak didengar darinya kecuali keadilan.” (Lihat Al-Awashim minal Qawashim hal. 213-214)

Demikian pula dikatakan oleh Syaikhul Is­lam Ibnu Taimiyyah bahwa tuduhan Syi’ah tersebut tidak benar dan tidak didatangkan dengan bukti syar’i serta tidak pula ada persaksian yang dapat diterima dan tidak ada pula penukilan yang tegas tentangnya. (Lihat Minhajus Sunnah juz 2 hal. 225)

Semoga Allah merahmati Al-Hasan bin Ali dan meridlainya dan melipatgandakan pahala amal dan jasa-jasanya. Dan semoga Allah menerimanya sebagai syahid. Amiin.


Sabtu, 12 Januari 2013

KISAH SEDIH SEORANG AYAH



Cerita ini adalah kisah nyata seorang pria yang sampai sekarang juga masih hidup, semoga kisah ini
tidak akan terjadi untuk sobat semua sekaligus menjadi pelajaran buat kita.

* 25 tahun yang lalu.
Inikah nasib? Terlahir sebagai menantu bukan pilihan. Tapi aku dan Kania harus tetap menikah. Itu sebabnya kami ada di Kantor Catatan Sipil. Wali kami pun wali hakim. Dalam tiga puluh menit, prosesi pernikahan kami selesai. Tanpa sungkem dan tabur melati atau hidangan istimewa dan salam sejahtera dari kerabat. Tapi aku masih sangat bersyukur karena Lukman dan Naila mau hadir menjadi saksi. Umurku sudah menginjak seperempat abad dan Kania di bawahku.. Cita-cita kami
sederhana,ingin hidup bahagia.


* 22 tahun yang lalu.
Pekerjaanku tidak begitu elit, tapi cukup untuk biaya makan keluargaku. Ya, keluargaku. Karena sekarang aku sudah punya momongan. Seorang putri, kunamai ia Kamila. Aku berharap ia bisa
menjadi perempuan sempurna, maksudku kaya akan budi baik hingga dia tampak sempurna. Kulitnya masih merah, mungkin karena ia baru berumur seminggu. Sayang, dia tak dijenguk kakek-neneknya dan aku merasa prihatin. Aku harus bisa terima nasib kembali, orangtuaku dan
orangtua Kania tak mau menerima kami.. Ya sudahlah. Aku tak berhak untuk memaksa dan aku tidak membenci mereka. Aku hanya yakin, suatu saat nanti, mereka pasti akan berubah.


* 19 tahun yang lalu.
Kamilaku gesit dan lincah. Dia sekarang sedang senang berlari-lari, melompat-lompat atau meloncat dari meja ke kursi lalu dari kursi ke lantai kemudian berteriak ‘Horeee, Iya bisa terbang’. Begitulah dia memanggil namanya sendiri, Iya. Kembang senyumnya selalu merekah seperti mawar di pot halaman rumah. Dan Kania tak jarang berteriak, ‘Iya sayaaang,’ jika sudah terdengar suara ‘Prang’. Itu artinya, ada yang pecah, bisa vas bunga, gelas, piring, atau meja kaca.. Terakhir cermin rias ibunya yang pecah. Waktu dia melompat dari tempat tidur ke lantai, boneka kayu yang dipegangnya terpental. Dan dia cuma bilang ‘Kenapa semua kaca di rumah ini selalu pecah, Ma?’


* 18 tahun yang lalu.
Hari ini Kamila ulang tahun. Aku sengaja pulang lebih awal dari pekerjaanku agar bisa membeli hadiah dulu. Kemarin lalu dia merengek minta dibelikan bola. Kania tak membelikannya karena tak mau anaknya jadi tomboy apalagi jadi pemain bola seperti yang sering diucapkannya. ‘Nanti kalau sudah besar, Iya mau jadi pemain bola’ tapi aku tidak suka dia menangis terus minta bola, makanya kubelikan ia sebuah bola. Paling tidak aku bisa punya lawan main setiap sabtu sore. Dan seperti yang sudah kuduga, dia bersorak kegirangan waktu kutunjukkan bola itu. ‘Horee, Iya jadi pemain bola.’


* 17 Tahun yang lalu.
Iya, Iya. Bapak kan sudah bilang jangan main bola di jalan. Mainnya di rumah aja. Coba kalau ia nurut, Bapak kan tidak akan seperti ini. Aku tidak tahu bagaimana Kania bisa tidak tahu Iya menyembunyikan bola di tas sekolahnya. Yang aku tahu, hari itu hari sabtu dan aku akan menjemputnyanya dari sekolah. Kulihat anakku sedang asyik menendang bola sepanjang jalan pulang dari sekolah dan ia semakin ketengah jalan. Aku berlari menghampirinya, rasa khawatirku
mengalahkan kehati-hatianku dan ‘Iyaaaa’. Sebuah truk pasir telak menghantam tubuhku, lindasan ban besarnya berhenti di atas dua kakiku. Waktu aku sadar, dua kakiku sudah diamputasi. Ya Tuhan, bagaimana ini. Bayang-bayang kelam menyelimuti pikiranku, tanpa kaki, bagaimana aku bekerja sementara pekerjaanku mengantar barang dari perusahaan ke rumah konsumen. Kulihat Kania menangis sedih, bibir cuma berkata ‘Coba kalau kamu tak belikan ia bola’


* 15 tahun yang lalu.
Perekonomianku morat marit setelah kecelakaan. Uang pesangon habis untuk ke rumah sakit dan uang tabungan menguap jadi asap dapur. Kania mulai banyak mengeluh dan Iya mulai banyak dibentak. Aku hanya bisa membelainya. Dan bilang kalau Mamanya sedang sakit kepala makanya cepat marah. Perabotan rumah yang bisa dijual sudah habis. Dan aku tak bisa berkata apa-apa waktu Kania hendak mencari ke luar negeri. Dia ingin penghasilan yang lebih besar untuk mencukupi kebutuhan Kamila. Diizinkan atau tidak diizinkan dia akan tetap pergi. Begitu katanya. Dan akhirnya dia memang pergi ke Malaysia.


* 13 tahun yang lalu.
Setahun sejak kepergian Kania, keuangan rumahku sedikit membaik tapi itu hanya setahun. Setelah itu tak terdengar kabar lagi. Aku harus mempersiapkan uang untuk Kamila masuk SMP. Anakku memang pintar dia loncat satu tahun di SD-nya. Dengan segala keprihatinan kupaksakan agar Kamila bisa melanjutkan sekolah. aku bekerja serabutan, mengerjakan pekerjaan yang bisa kukerjakan dengan dua tanganku. Aku miris, menghadapi kenyataan. Menyaksikan anakku yang tumbuh remaja dan aku tahu dia ingin menikmati dunianya. Tapi keadaanku mengurungnya dalam segala kekurangan. Tapi aku harus kuat. Aku harus tabah untuk mengajari Kamila hidup tegar.


* 10 tahun yang lalu.
Aku sedih, semua tetangga sering mengejek kecacatanku. Dan Kamila hanya sanggup berlari ke dalam rumah lalu sembunyi di dalam kamar. Dia sering jadi bulan-bulanan hinaan teman sebayanya. Anakku cantik, seperti ibunya. ‘Biar cantik kalo kere ya kelaut aje.’ Mungkin itu kata-kata yang sering kudengar. Tapi anakku memang sabar dia tidak marah walau tak urung menangis juga.
‘Sabar ya, Nak!’ hiburku. ‘Pak, Iya pake jilbab aja ya, biar tidak diganggu!’ pintanya padaku. Dan aku menangis. Anakku maafkan bapakmu, hanya itu suara yang sanggup kupendam dalam hatiku. Sejak hari itu, anakku tak pernah lepas dari kerudungnya. Dan aku bahagia. Anakku, ternyata kamu sudah semakin dewasa. Dia selalu tersenyum padaku. Dia tidak pernah menunjukkan kekecewaannya padaku karena sekolahnya hanya terlambat di bangku SMP.!


* 7 tahun yang lalu.
Aku merenung seharian. Ingatanku tentang Kania, istriku, kembali menemui pikiranku. Sudah bertahun-tahun tak kudengar kabarnya. Aku tak mungkin bohong pada diriku sendiri, jika aku masih menyimpan rindu untuknya. Dan itu pula yang membuat aku takut. Semalam Kamila
bilang dia ingin menjadi TKI ke Malaysia . Sulit baginya mencari pekerjaan di sini yang cuma lulusan SMP.. Haruskah aku melepasnya karena alasan ekonomi. Dia bilang aku sudah tua, tenagaku mulai
habis dan dia ingin agar aku beristirahat. Dia berjanji akan rajin mengirimi aku uang dan menabung untuk modal. Setelah itu dia akan pulang, menemaniku kembali dan membuka usaha kecil-kecilan. Seperti waktu lalu, kali ini pun aku tak kuasa untuk menghalanginya. Aku hanya berdoa agar Kamilaku baik-baik saja.


* 4 tahun lalu.
Kamila tak pernah telat mengirimi aku uang. Hampir tiga tahun dia di sana . Dia bekerja sebagai seorang pelayan di rumah seorang nyonya. Tapi Kamila tidak suka dengan laki-laki yang disebutnya datuk. Matanya tak pernah siratkan sinar baik. Dia juga dikenal suka perempuan. Dan nyonya itu adalah istri mudanya yang keempat. Dia bilang dia sudah ingin pulang. Karena akhir-akhir ini dia sering diganggu. Lebaran tahun ini dia akan berhenti bekerja. Itu yang kubaca dari suratnya. Aku senang mengetahui itu dan selalu menunggu hingga masa itu tiba. Kamila bilang, aku jangan pernah lupa shalat dan kalau kondisiku sedang baik usahakan untuk shalat tahajjud. Tak perlu memaksakan untuk puasa sunnah yang pasti setiap bulan Ramadhan aku harus berusaha sebisa mungkin untuk
kuat hingga beduk manghrib berbunyi. Kini anakku lebih pandai menasihati daripada aku. Dan aku bangga.


* 3 tahun 6 bulan yang lalu.
Inikah badai? Aku mendapat surat dari kepolisian pemerintahan Malaysia , kabarnya anakku ditahan. Dan dia diancam hukuman mati, karena dia terbukti membunuh suami majikannya. Sesak dadaku mendapat kabar ini. Aku menangis, aku tak percaya. Kamilaku yang lemah lembut tak mungkin membunuh. Lagipula kenapa dia harus membunuh. Aku meminta bantuan hukum dari Indonesia untuk menyelamatkan anakku dari maut. Hampir setahun aku gelisah menunggu kasus anakku selesai. Tenaga tuaku terkuras dan airmataku habis. Aku hanya bisa memohon agar anakku tidak dihukum mati andai dia memang bersalah.


* 2 tahun 6 bulan yang lalu.
Akhirnya putusan itu jatuh juga, anakku terbukti bersalah. Dan dia harus menjalani hukuman gantung sebagai balasannya. Aku tidak bisa apa-apa selain menangis sejadinya. Andai aku tak izinkan dia pergi apakah nasibnya tak akan seburuk ini? Andai aku tak belikan ia bola apakah keadaanku pasti lebih baik? Aku kini benar-benar sendiri. Wahai Allah kuatkan aku. Atas permintaan anakku aku dijemput terbang ke Malaysia . Anakku ingin aku ada di sisinya disaat terakhirnya.
Lihatlah, dia kurus sekali. Dua matanya sembab dan bengkak. Ingin rasanya aku berlari tapi apa daya kakiku tak ada.. Aku masuk ke dalam ruangan pertemuan itu, dia berhambur ke arahku, memelukku erat, seakan tak ingin melepaskan aku.
‘Bapak, Iya Takut!’(aku memeluknya lebih erat lagi)
Andai bisa ditukar, aku ingin menggantikannya. ‘Kenapa, Ya, kenapa kamu membunuhnya sayang?’ ‘Lelaki tua itu ingin Iya tidur dengannya, Pak. Iya tidak mau. Iya dipukulnya. Iya takut, Iya dorong dan dia jatuh dari jendela kamar. Dan dia mati. Iya tidak salah kan , Pak!’ hati ini perih mendengarnya. Aku iba dengan nasib anakku. Masa mudanya hilang begitu saja. Tapi aku bisa
apa, istri keempat lelaki tua itu menuntut agar anakku dihukum mati. Dia kaya dan lelaki itu juga orang terhormat. Aku sudah berusaha untuk memohon keringanan bagi anakku, tapi menemuiku pun ia tidak mau. Sia-sia aku tinggal di Malaysia selama enam bulan untuk memohon hukuman pada wanita itu.


* 2 tahun yang lalu.
Hari ini, anakku akan dihukum gantung. Dan wanita itu akan hadir melihatnya. Aku mendengar dari petugas jika dia sudah datang dan ada di belakangku. Tapi aku tak ingin melihatnya. Aku melihat isyarat tangan dari hakim di sana . Petugas itu membuka papan yang diinjak anakku. Dan ‘blass’ Kamilaku kini tergantung. Aku tak bisa lagi menangis. Setelah yakin sudah mati, jenazah anakku diturunkan mereka, aku mendengar langkah kaki menuju jenazah anakku. Dia menyibak kain penutupnya dan tersenyum sinis. Aku mendongakkan kepalaku, dan dengan mataku yang samar oleh air mata aku melihat garis wajah yang kukenal.
‘Kania?’
‘Mas Har, kau … !’
‘Kau … kau bunuh anakmu sendiri, Kania!’
‘Iya? Dia..dia.. Iya?’ (serunya getir menunjuk jenazah anakku.)
‘Ya, dia Iya kita. Iya yang ingin jadi pemain bola jika sudah besar.’
‘Tidak … tidaaak … ‘ (Kania berlari ke arah jenazah anakku.)
Diguncang tubuh kaku itu sambil menjerit histeris. Seorang petugas menghampiri Kania dan memberikan secarik kertas yang tergenggam di tangannya waktu dia diturunkan dari tiang gantungan. Bunyinya ‘Terima kasih Mama.’ Aku baru sadar, kalau dari dulu Kamila sudah tahu wanita itu ibunya.


* Setahun lalu.
Sejak saat itu istriku gila. Tapi apakah dia masih istriku. Yang aku tahu, aku belum pernah menceraikannya. Terakhir kudengar kabarnya dia mati bunuh diri. Dia ingin dikuburkan di samping kuburan anakku, Kamila. Kata pembantu yang mengantarkan jenazahnya padaku, dia sering berteriak, ‘Iya sayaaang, apalagi yang pecah, Nak.’ Kamu tahu Kania, kali ini yang pecah adalah hatiku.

Semoga Bermanfaat untuk kehidapan sehari hari kita. Thanks
Rifai Lawarakan

Selasa, 10 April 2012

PEMUDA BURUK RUPA


Kisah ini terjadi pada zaman Nabi Daud. Nabi Daud adalah seorang nabi yang sangat menyayangi kaum muda, karena ia beranggapan bahwa pemudalah yang mampu merubah keadaan menjadi lebih baik.

Nabi Daud mempunyai sebuah majelis, dan disanalah Ia mengajarkan risalah dan tuntunan wahyu yang diturunkan Allah kepadanya. Di majelis tersebut, sering datang seorang pemuda yang berwajah tak sedap dipandang mata. Pokoknya dilihat darimana saja, wajahnya tetap saja tak menyejukkan mata. Pemuda ini seringkali duduk berjam-jam. Tak jarang ketika semua orang telah bubarpun ia masih merenung seorang diri. Tapi ada yang aneh dengan pemuda tersebut. Meski sering datang dan duduk lama, ia tak pernah mengucapkan sepatah kata pun, baik untuk bertanya maupun untuk mengemukakan pendapatnya.

Suatu hari, datang ke majelis tersebut malaikat Izrail sang pencabut nyawa. Ia memandang pemuda itu dengan tatapan mata yang tajam. Nabi Daud merasakan ada yang tak beres, kemudian nabi Daud bertanya.

“Aku diutus Allah untuk mencabut nyawanya minggu depan,” kata Izrail sambil menunjuk pemuda sang pemuda. Kontan, setelah mendengar penjelasan tersebut nabi Daud pun jatuh iba pada sang pemuda. Kemudian dengan penuh kasih ia mendekati pemuda tersebut dan bertanya.

“Hai pemuda, sudahkah kau menikah?” tanya nabi Daud pada sang pemuda.

“Belum,” jawabnya jujur.

Setelah mendengar pengakuan sang pemuda maka bertambah iba lah nabi Daud pada pemuda tersebut. Ditulisnya surat untuk seorang pemuka kaum Bani Israil dengan maksud meminang salah satu putrinya utk dinikahkan dengan pemuda tersebut. Nabi Daud meminta sang pemuda untuk mengantarkan suratnya, dan alhamdulillah, pinangan tersebut langsung diterima. Betapa gembiranya hati sang pemuda kala itu.

Maka pernikahan pun dilangsungkan dengan semua biaya ditanggung nabi Daud. Setelah berbulan madu, sang pemuda yang kini telah beristri itu datang lagi ke majelis nabi Daud.”

Hai pemuda, bagaimana bulan madumu selama seminggu,” sapa nabi Daud ketika melihat pemuda itu di dalam majelis.

“Aku belum pernah merasakan nikmat Allah yang sedahsyat itu,” jawab sang pemuda. Nabi Daud teringat, bahwa hari itu telah dijanjikan malaikat Izrail untuk mencabut nyawa sang pemuda. Namun anehnya, malaikat Izrail tak nampak. Nabi Daud pun meminta kepada sang pemuda untuk datang ke majelisnya minggu depan. Tapi kejadian serupa terulang, Izrail tak menampakkan diri bahkan sampai delapan minggu.

Pada suatu saat datanglah malaikat Izrail ke majelis nabi Daud. Pada saat yang bersamaan pemuda itupun hadir pula. Nabi Daud pun langsung menegur malaikat Izrail. “Mengapa engkau tak menepati janjimu padahal beberapa minggu telah berlalu?” tanya nabi Daud as.

“Wahai Daud Allah telah mengasihi pemuda itu karena kasih sayangmu padanya dan menyuruhnya menikah. Maka Allah memanjangkan umurnya sampai tiga puluh tahun lagi,” Jelas Izrail.

Subhanallah, Maha Suci Engkau Ya… Allah……


Sumber : http://ervakurniawan.wordpress.com/category/kumpulan-cerita-islami/

KISAH UNTA MEMATAHKAN RANCANGAN ABU JAHAL UNTUK MEMBUNUH RASULULLAH SHALLALLAHU ALAIHI WA SALLAM

Setelah berbagai usaha oleh kaum Quraisy untuk menyekat dan menghapuskan penyebaran agama Islam menemui kegagalan, maka Abu Jahal semakin benci terhadap Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Kebencian Abu Jahal ini tidak ada tolok bandingnya, malah melebihi kebencian Abu Lahab terhadap Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.

Melihatkan agama Islam semakin tersebar, Abu Jahal pun berkata kepada kaum Quraisy di dalam suatu perhimpunan, "Hai kaumku! Janganlah sekali-kali membiarkan Muhammad menyebarkan ajaran barunya dengan sesuka hatinya. Ini adalah kerana dia telah menghina agama nenek moyang kita, dia mencela tuhan yang kita sembah. Demi Tuhan, aku berjanji kepada kamu sekalian, bahwa esok aku akan membawa batu ke Masjidil Haram untuk dibalingkan ke kepala Muhammad ketika dia sujud. Selepas itu, terserahlah kepada kamu semua samada mahu menyerahkan aku kepada keluarganya atau kamu membela aku dari ancaman kaum kerabatnya. Biarlah orang-orang Bani Hasyim bertindak apa yang mereka sukai."

Tatkala mendengar jaminan daripada Abu Jahal, maka orang ramai yang menghadiri perhimpunan itu berkata secara serentak kepadanya, "Demi Tuhan, kami tidak akan sekali-kali menyerahkan engkau kepada keluarga Muhammad. Teruskan niatmu."

Orang ramai yang menghadiri perhimpunan itu merasa bangga mendengar kata-kata yang diucapkan oleh Abu Jahal bahwa dia akan menghapuskan Muhammad kerana jika Abu Jahal berjaya menghapuskan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam bererti akan terhapuslah segala keresahan dan kesusahan mereka selama ini yang disebabkan oleh kegiatan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menyebarkan agama Islam di kalangan mereka.

Dalam pada itu, terdapat juga para hadirin di situ telah mengira-ngira perbelanjaan untuk mengadakan pesta sekiranya Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam berjaya dihapuskan. Pada pandangan mereka adalah mudah untuk membunuh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam yang dikasihi oleh Tuhan Yang Maha Esa serta sekalian penghuni langit. Padahal Allah tidak akan sekali-kali membiarkan kekasih-Nya diancam dan diperlakukan seperti binatang.

Dengan perasaan bangga, keesokan harinya di sebelah pagi, Abu Jahal pun terus pergi ke Kaabah iaitu tempat biasa Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam bersembahyang. Dengan langkahnya seperti seorang satria, dia berjalan dengan membawa seketul batu besar di tangan sambil diiringi oleh beberapa orang Quraisy yang rapat dengannya. Tujuan dia mengajak kawan-kawannya ialah untuk menyaksikan bagaimana nanti dia akan menghempapkan batu itu di atas kepala Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam.

Sepanjang perjalanan itu dia membayangkan bagaimana keadaan Nabi Muhammad nanti setelah kepalanya dihentak oleh batu itu. Dia tersenyum sendirian apabila membayangkan kepala Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam pecah dan tidak bergerak lagi. Dan juga membayangkan bagaimana kaum Quraisy akanmenyambutnya sebagai pahlawan yang telah berjaya membunuh musuh nombor satu mereka.

Sebaik saja Abu Jahal tiba di perkarangan Masjidil Haram, dilihatnya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam baru saja sampai dan hendak mengerjakan sembahyang. Dalam pada itu, Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak menyedari akan kehadiran Abu Jahal dan kawan-kawannya di situ. Baginda tidak pernah terfikir apa yang hendak dilakukan oleh Abu Jahal terhadap dirinya pada hari itu.

Sebaik-baik saja Abu Jahal melihat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah mula bersembahyang, dia berjalan perlahan-lahan dari arah belakang menuju ke arah Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam. Abu Jahal melangkah dengan berhati-hati, setiap pergerakannya dijaga, takut disadari oleh baginda.

Dari jauh kawan-kawan Abu Jahal memerhatikan dengan perasaan cemas bercampur gembira. Dalam hati mereka berkata, "Kali ini akan musnahlah engkau hai Muhammad."

Sebaik saja Abu Jahal hendak menghampiri Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam dan menghayun batu yang dipegangnya itu, tiba-tiba secepat kilat dia berundur ke belakang. Batu yang dipegangnya juga jatuh ke tanah. Mukanya yang tadi merah kini menjadi pucat lesi seolah-olah tiada berdarah lagi. Rakan-rakannya yang amat ghairah untuk melihat Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam terbunuh, tercengang dan saling berpandangan.

Kaki Abu Jahal seolah-olah terpaku ke bumi. Dia tidak dapat melangkahkan kaki walaupun setapak. Melihatkan keadaan itu, rakan-rakannya segera menarik Abu Jahal dari situ sebelum disadari oleh baginda. Abu Jahal masih terpinga-pinga dengan kejadian yang dialaminya.
Sebaik saja dia sedar dari kejutan peristiwa tadi, rakan-rakannya tidak sabar untuk mengetahui apakah sebenarnya yang telah berlaku. Kawannya bertanya, "Apakah sebenarnya yang terjadi kepada engkau, Abu Jahal? Mengapa engkau tidak menghempapkan batu itu ke kepala Muhammad ketika dia sedang sujud tadi?"

Akan tetapi Abu Jahal tetap membisu, rakan-rakannya semakin keheranan. Abu Jahal yang mereka kenali selama ini seorang yang lantang berpidato dan menyumpah seranah Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, tiba-tiba saja diam membisu.

Dalam pada itu, Abu Jahal masih terbayang-bayang akan kejadian yang baru menimpanya tadi. Dia seolah-olah tidak percaya dengan apa yang dilihatnya, malah dia sendiri tidak menyangka perkara yang sama akan berulang menimpa dirinya.

Perkara yang sama pernah menimpa Abu Jahal sewaktu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pergi ke rumah Abu Jahal apabila seorang Nasrani mengadu kepada baginda bahwa Abu Jahal telah merampas hartanya. Pada masa itu Abu Jahal tidak berani berkata apa-apa pada baginda apabila dia terpandang dua ekor harimau menjadi pengawal peribadi Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.

Kemudian setelah habis mereka menghujani Abu Jahal dengan pelbagai soalan, maka Abu Jahal pun mula bersuara, "Wahai sahabatku! Untuk pengetahuan kamu semua, sebaik saja aku menghampiri Muhammad hendak menghempapkan batu itu ke kepalanya, tiba-tiba muncul seekor unta yang besar hendak menendang aku. Aku amat terkejut kerana belum pernah melihat unta yang sebegitu besar seumur hidupku. Sekiranya aku teruskan niatku, nescaya akan matilah aku ditendang oleh unta itu, sebab itulah aku berundur dan membatalkan niatku."
Rakan-rakan Abu Jahal berasa amat kecewa mendengar penjelasan itu, mereka tidak menyangka orang yang selama ini gagah dan beria-ia hendak membunuh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam hanya tinggal kata-kata saja. Orang yang selama ini diharapkan boleh menghapuskan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam dan pengaruhnya hanya berupaya bercakap seperti tin kosong saja.

Setelah mendengar penjelasan dari Abu Jahal yang tidak memuaskan hati itu, maka mereka pun berkata kepada Abu Jahal dengan perasaan keheranan, "Ya Abu Jahal, semasa kau menghampiri Muhammad tadi, kami memerhatikan engkau dari jauh tetapi kai tidak napak akan unta yang engkau katakan itu. Malah bayangnya pun kami tidak nampak."

Rakan-rakan Abu Jahal mula sangsi dengan segala keterangan yang diberikan oleh Abu Jahal. Mereka menyangka Abu Jahal sentiasa mereka-reka cerita yang karut itu, mereka mula hilang kepercayaan terhadapnya. Akhirnya segala kata-kata Abu Jahal mereka tidak berapa endahkan lagi.

Sumber: http://mushahidah.blogspot.com/

Senin, 09 April 2012

Alkohol Bagus Untuk Jantung

STUDI dari Spanyol menemukan, minum alkohol jumlah sedang dalam jangka panjang bisa menurunkan risiko penyakit jantung pada laki-laki hingga sepertiga dan dalam jumlah yang lebih kecil pada perempuan. Tipe alkohol yang digunakan (bir atau anggur), menurut studi yang dipublikasikan di Heart edisi online ini, tidak berpengaruh.

Berdasarkan laporan dari Departemen Kesehatan Umum Gipuzkoa di San Sebastian, hasil pada perempuan tidak signifikan secara statistik. Hal ini karena jumlah di setiap kategori terlalu kecil.

Menurut Eric B. Rimm dari Harvard School of Public Health yang sebelumnya juga telah mempelajari hubungan antara alkohol dan penyakit jantung sehingga penemuan ini bukanlah hal yang mengejutkan.

"Ini merupakan salah satu dari sederet panjang studi yang telah mempelajari hal ini, mungkin sudah ada 60 atau 70 studi yang dilakukan di populasi yang berbeda di seluruh dunia," tutur Rimm, seperti dikutip situs healthday."Tapi penemuan ini melegakan, menunjukkan bahwa meskipun Anda hidup di negara Mediterania dan makan diet yang berbeda, minum dalam jumlah sedang tetap membuat Anda berisiko lebih rendah mengalami penyakit jantung." (OL-08) 
Sumber : http://www.mediaindonesia.com/mediahidup...http://www.mediaindonesia.com/mediahidupsehat/index.php/read/2009/11/21/1852/2/-Alkohol-Bagus-Unt

Minggu, 08 April 2012

ADAKAH ISTRI YG TDK CEREWET ?


Sulit menemukannya. 
Bahkan istri Khalifah sekaliber Umar bin Khatab pun cerewet.  
Seorang laki-laki berjalan tergesa-gesa. Menuju kediaman khalifah Umar bin Khatab. Ia ingin mengadu pada khalifah; tak tahan dengan kecerewetan istrinya. Begitu sampai di depan rumah khalifah, laki-laki itu tertegun. Dari dalam rumah terdengar istri Umar sedang ngomel, marah-marah. Cerewetnya melebihi istri yang akan diadukannya pada Umar. Tapi, tak sepatah katapun terdengar keluhan dari mulut khalifah. Umar diam saja, mendengarkan istrinya yang sedang gundah. Akhirnya lelaki itu mengurungkan niatnya, batal melaporkan istrinya pada Umar.
Apa yang membuat seorang Umar bin Khatab yang disegani kawan maupun lawan, berdiam diri saat istrinya ngomel ? Mengapa ia hanya mendengarkan, padahal di luar sana, ia selalu tegas pada siapapun ?
Umar berdiam diri karena ingat 5 hal. Apakah itu ?
 
1. Benteng Penjaga Api Neraka
2. Pemelihara Rumah
3. Penjaga Penampilan
4. Pengasuh Anak-anak
5. Penyedia Hidangan.
Dengan mengingat lima peran ini, Umar kerap diam setiap istrinya ngomel. Mungkin dia capek, mungkin dia jenuh dengan segala beban rumah tangga di pundaknya. Istri telah berusaha membentenginya dari api neraka, memelihara hartanya, menjaga penampilannya, mengasuh anak-anak, menyediakan hidangan untuknya.
Untuk segala kemurahan hati sang istri, tak mengapa ia mendengarkan keluh kesah buah lelah.
Umar hanya mengingat kebaikan-kebaikan istri untuk menutupi segala cela dan kekurangannya. Bila istri sudah puas menumpahkan kata-katanya, barulah ia menasehati, dengan cara yang baik, dengan bercanda. Hingga terhindar dari caci maki yang tak terpuji.

Akankah suami-suami masa kini dapat mencontoh perilaku Umar ini?
Ia tak hanya berhasil memimpin Negara tapi juga menjadi Imam idaman bagi keluarganya.  Subhanallah....